Seiring dengan era keterbukaan informasi, paradigma hubungan antara pemerintah dan wajib pajak juga berubah. Hubungan yang bersifat konfrontatif mulai ditinggalkan di banyak negara, berganti menjadi kepatuhan kooperatif. Kepatuhan kooperatif bisa digambarkan secara sederhana dengan wajib pajak yang memberikan transparansi terkait informasi keuangan, kemudian otoritas memberikan imbalan berupa kepastian implikasi pajaknya.

Hal tersebut disampaikan praktisi perpajakan Darussalam dalam paparannya di depan wajib pajak peserta acara Focus Group Discussion evaluasi penerapan Cooperative Compliance Program yang diselenggarakan Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi (Rabu, 21/9).

Menurutnya, dengan paradigma baru tersebut pemeriksaan tidak lagi menjadi senjata utama bagi otoritas pajak untuk memastikan kepatuhan wajib pajak. Darussalam juga mengatakan bahwa tujuan otoritas pajak adalah memaksimalkan penerimaan serta meminimalkan sengketa.

Untuk melaksanakan program kepatuhan kooperatif, otoritas pajak perlu mengklasifikasikan wajib pajak ke dalam empat golongan:

  1. Wajib pajak patuh;
  2. Wajib pajak ingin patuh;
  3. Wajib pajak situasional, yang kadang patuh dan kadang tidak tergantung situasi; serta
  4. Wajib pajak yang memutuskan untuk tidak patuh.

Dalam forum diskusi yang dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Budi Susanto, Darussalam mengatakan Direktorat Jenderal Pajak perlu membuat kriteria untuk menggolongkan wajib pajak ke dalam empat kelompok besar, serta memutuskan wajib pajak mana yang akan diikutkan dalam program kepatuhan kooperatif.

Senada dengan Darussalam, Kepala KPP Minyak dan Gas Bumi Imanul Hakim mengatakan bahwa apabila saat pendalaman profil wajib pajak tidak ditemukan adanya niat dari wajib pajak untuk sengaja melakukan kecurangan, seharusnya kantor pajak melakukan pendekatan yang berbeda. Dengan niat yang sama-sama baik maka pendekatan kepatuhan kooperatif lebih tepat untuk digunakan.

Menanggapi pernyataan Darussalam tentang transparansi informasi keuangan yang diberikan wajib pajak dan kepastian implikasi pajak dari otoritas. Busan, panggilan akrab Budi Susanto, dengan nada bercanda mengatakan bahwa antara kepatuhan wajib pajak dan pelayanan dari kantor pajak serupa dengan teka-teki mana yang lebih dulu antara telur dan ayam.

Apakah wajib pajak harus patuh dulu baru mendapatkan pelayanan terbaik atau pihak otoritas harus memberikan pelayanan terbaik agar wajib pajak menjadi patuh? Busan menjawab pertanyaannya sendiri dengan mengatakan seharusnya semua pihak berusaha menjadi yang lebih dulu melakukan kebaikan. "Siapa pun anda, berbuatlah baik dan memberi makna pada negara," pungkasnya.