Dari Pajak untuk Guru: Bukti Nyata Komitmen Negara
Oleh: (Ryan Aulia), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di setiap sudut negeri, dari kota besar hingga pelosok desa, guru-guru Indonesia menjalankan tugas mulianya yaitu mendidik, membimbing, dan membentuk karakter generasi penerus bangsa. Mereka hadir bukan hanya sebagai pengajar, melainkan juga sebagai penjaga nilai, penuntun arah, dan penggerak perubahan. Dalam kesederhanaan ruang kelas dan keterbatasan fasilitas, mereka tetap setia menjalankan amanah, meski tak jarang harus berhadapan dengan tantangan kesejahteraan yang belum sepenuhnya ideal.
Namun, di tengah berbagai keterbatasan itu, ada satu hal yang patut kita syukuri: negara tidak tinggal diam. Melalui instrumen pajak, pemerintah menunjukkan komitmen nyata dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Pajak, yang sering kali dipandang sebagai beban, sejatinya adalah bentuk gotong royong modern. Ia menjadi jembatan antara harapan dan kenyataan, antara cita-cita dan kebijakan.
Lebih dari 70 persen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Indonesia bersumber dari pajak. Ini berarti, sebagian besar program pemerintah, termasuk yang menyentuh langsung kehidupan para guru, dibiayai oleh kontribusi masyarakat.
Alokasi Dana Kesejahteraan Guru dari Pajak
Pada tahun 2025, anggaran pendidikan mencapai Rp724,26 triliun, angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Ini bukan sekadar angka, melainkan bukti bahwa pendidikan memang menjadi prioritas nasional.
Dari anggaran tersebut, kesejahteraan guru mendapat perhatian khusus. Tunjangan guru aparatur sipil negara (ASN) daerah, misalnya, meningkat signifikan sebesar 23,67 persen, dari Rp56,65 triliun menjadi Rp70,06 triliun.
Pemerintah juga mengalokasikan lebih dari Rp81 triliun untuk gaji dan tunjangan guru, baik ASN maupun non-ASN, termasuk tunjangan profesi dan sertifikasi. Ini adalah bentuk nyata dari penghargaan terhadap peran guru sebagai pilar utama pembangunan sumber daya manusia.
Tak hanya guru yang berstatus ASN yang merasakan dampak positif dari kebijakan ini. Guru honorer pun mulai mendapatkan perhatian yang layak. Sebanyak 341.248 guru honorer menerima insentif sebesar Rp300 ribu per bulan selama tujuh bulan. Guru pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal juga memperoleh bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp600 ribu.
Bahkan, pemerintah menyediakan beasiswa rekognisi pembelajaran lampau bagi 12.500 guru agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana. Semua program ini menunjukkan bahwa pajak yang kita bayarkan tidak menguap begitu saja, tetapi hadir dalam bentuk nyata yang menyentuh kehidupan para pendidik.
Program rekrutmen guru melalui jalur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga terus digalakkan. Pemerintah menargetkan agar satu juta guru dapat diangkat melalui skema ini.
Selain itu, tunjangan sertifikasi yang sebelumnya dibayarkan per triwulan, kini ditransfer langsung setiap bulan. Perubahan ini bukan hanya soal teknis, melainkan juga bentuk penghargaan terhadap stabilitas ekonomi para guru.
Pajak Hadir
Tentu saja, kita tidak menutup mata terhadap tantangan yang masih ada. Distribusi anggaran yang belum merata, birokrasi yang kadang lambat, serta kondisi guru di daerah terpencil yang masih jauh dari ideal adalah pekerjaan rumah yang belum selesai. Namun, arah kebijakan sudah jelas: negara hadir dan pajak adalah instrumen utamanya.
Sudah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap pajak. Pajak bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bentuk solidaritas sosial. Ketika kita membayar pajak, kita ikut membiayai gaji guru, membangun sekolah, dan menciptakan masa depan yang lebih cerah. Pajak adalah wujud nyata dari semangat gotong royong bangsa Indonesia.
Guru yang sejahtera akan mengajar dengan hati. Anak-anak yang diajar dengan hati akan tumbuh menjadi generasi yang cerdas, beretika, dan berdaya saing. Semua itu bermula dari satu hal sederhana: pajak yang kita bayarkan.
Mari kita jaga semangat gotong royong ini. Dari pajak, guru bisa sejahtera. Dari guru, bangsa bisa berjaya. Pajak tumbuh, Indonesia tangguh.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 23 views