Oleh: (Hudyoro Indreswara), pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Didepaknya Patrick Kluivert sebagai pelatih tim nasional Indonesia pada Oktober 2025 menjadi sorotan publik. Mantan pelatih tim nasional Curacao, negara terkecil dari segi baik jumlah penduduk maupun luas wilayah itu, gagal meloloskan skuad Garuda ke Piala Dunia 2026. Padahal, tim nasional dari kawasan Karibia itu sempat ditaklukkan oleh timnas Indonesia dalam laga uji coba. Ironisnya, Curacao sempat dilatih oleh juru taktik asal Belanda itu, sebelum meramu timnas kebanggaan kita. Kini kita harus angkat topi pada timnas Curacao yang berhasil lolos pada gelaran sepakbola terakbar tahun depan.

Federasi sepak bola Indonesia (PSSI) memutus kontrak sang pelatih asal Belanda setelah serangkaian hasil buruk di kualifikasi Piala Dunia 2026. Namun, di balik headline olahraga, ada aspek lain yang tak kalah menarik: implikasi pajak atas kompensasi atau pesangon yang diterima pelatih asing. Dalam setiap pemutusan kontrak bernilai miliaran rupiah, konsekuensi fiskal pasti hadir baik bagi penerima (pelatih) maupun pemberi kerja (federasi).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon Uang Manfaat Pensiun Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus (PP 68/2009), uang pesangon termasuk penghasilan yang dikenai PPh Pasal 21. Meskipun diterima karena pemutusan hubungan kerja, uang pesangon tetap diperlakukan sebagai penghasilan yang wajib dipotong pajak. Pajak ini berbeda dari kompensasi sisa kontrak. Namun, dua-duanya memiliki dasar hukum yang sama, yaitu keduanya merupakan objek pajak penghasilan (PPh).

PP 68/2009 menetapkan tarif progresif yang lebih ringan dibanding PPh Pasal 21 biasa.
Berikut skemanya:

Lapisan Penghasilan Bruto

Tarif PPh Pasal 21 Pesangon

s.d. Rp50 juta

0%

> Rp50–100 juta

5%

> Rp100–500 juta

15%

> Rp500 juta

25%

Dengan skema ini, wajib pajak yang kehilangan pekerjaan tetap mendapat keringanan. Misalnya, jika pelatih menerima Rp2 miliar, pajak tidak langsung 25%, tapi dihitung berlapis sesuai tarif di atas.

Pelatih Asing dan Status Pajak

Patrick Kluivert sebagai warga negara Belanda masuk kategori subjek pajak dalam negeri (SPDN) atau subjek pajak luar negeri (SPLN) tergantung durasi tinggalnya di Indonesia.

  1. SPDN bila berada di Indonesia lebih dari 183 hari.
    • Dikenai tarif progresif PPh Pasal 21 seperti warga negara Indonesia (WNI).
    • Pesangon dikenai tarif PP 68/2009.
  2. SPLN bila berada kurang dari 183 hari.
    • Dikenai PPh Pasal 26 sebesar 20% dari bruto, kecuali ada tax treaty/ perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan negara asal.

Indonesia dan Belanda memiliki P3B yang dapat menyesuaikan tarif tersebut. Artinya, kompensasi pelatih asing tetap bisa dipajaki di Indonesia, tapi dapat dikreditkan di negara asal.

Simulasi: Pesangon Rp10 miliar (angka ini hanya merupakan simulasi untuk mempermudah perhitungan, besaran perkiraan pesangon berdasarkan dari berbagai berita sekitar Rp33,8 miliar sampai dengan Rp39 miliar)

Misal PSSI memberi Kluivert kompensasi Rp10 miliar karena pemutusan kontrak.

Jika SPDN (PPh Pasal 21):

  • 0–50 juta × 0% = Rp0
  • 50–100 juta × 5% = Rp2,5 juta
  • 100–500 juta × 15% = Rp60 juta
  • 500 juta–10 miliar × 25% = Rp2,375 miliar
    Total PPh Pasal 21 = ± Rp2,44 miliar

Jika SPLN (PPh Pasal 26):

  • 20% × Rp10 miliar = Rp2 miliar

Perbedaannya memang kecil, tapi penting dari sisi administrasi dan pelaporan pajak. Bukti potong menjadi dokumen kunci bagi pelatih untuk menghindari pajak berganda di negara asal. Fenomena pesangon besar bukan hal baru di dunia sepak bola. Kasus Erik ten Hag di Manchester United dan Jose Mourinho di AS Roma menunjukkan hal serupa setiap kompensasi pemecatan selalu berimplikasi pajak. 

Di Inggris, pesangon di atas batas tertentu dikenai tarif PPh penuh. Negara-negara Eropa juga memantau ketat pembayaran kompensasi untuk memastikan kepatuhan fiskal. Artinya, di mana pun seorang pelatih dipecat, pajak tetap menjadi babak terakhir yang tak terhindarkan.

Pemutusan kontrak Patrick Kluivert bukan sekadar isu olahraga, melainkan pengingat bahwa setiap keputusan bisnis membawa konsekuensi pajak. Bagi federasi, kewajiban pajak adalah bagian dari tata kelola profesional. Bagi pelatih atau pekerja asing, pajak adalah bentuk kontribusi terhadap negara tempat mereka bekerja.

Publik mungkin hanya melihat Kluivert meninggalkan stadion. Namun, di  sisi lain, pemerintah tidak hanya sedang menghitung skor pertandingan, tetapi berapa pajak yang harus disetor dari kompensasi pemecatan sang pelatih.