SKB Waris: Menegakkan Keadilan Pajak atas Harta Warisan

Oleh: (Eko Priyono), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Warisan sering kali menjadi momen yang penuh emosi bagi keluarga. Selain menjadi simbol kasih sayang pewaris kepada ahli waris, harta peninggalan juga menjadi penopang keberlanjutan ekonomi keluarga. Namun, proses pewarisan tidak hanya melibatkan aspek sosial dan emosional, tetapi juga aspek hukum dan administrasi. Salah satunya terkait kewajiban perpajakan. Di sinilah Surat Keterangan Bebas (SKB) Waris berperan penting sebagai instrumen hukum yang memastikan ahli waris tidak dibebani pajak yang seharusnya tidak terutang.
Pembebasan PPh Warisan: Landasan Hukum yang Kuat
Kita perlu memahami bahwa pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sejatinya mendapatkan pembebasan pajak penghasilan (PPh). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 200 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024). Peraturan tersebut memastikan bahwa pengalihan harta berupa tanah atau bangunan yang terjadi karena waris tidak dipungut PPh final.
Selaras dengan PMK tersebut, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2025 tentang Ketentuan Pemberian Layanan Administrasi Perpajakan Tertentu dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PER-8/PJ/2025) sebagai peraturan pelaksana mengatur lebih lanjut mengenai hal tersebut. Pengalihan harta karena warisan memperoleh pengecualian kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh. Ketentuan ini menegaskan bahwa ahli waris tidak wajib membayar PPh final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena merupakan pengalihan karena hukum, bukan transaksi komersial.
Namun, pengecualian tersebut tidak otomatis berlaku. Ahli waris perlu mengajukan permohonan surat keterangan bebas waris (SKB Waris) kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bukti formal bahwa pengalihan tersebut bebas dari PPh. Dengan demikian, SKB Waris menjadi dokumen kunci yang memastikan hak ahli waris atas pembebasan pajak dapat terlindungi.
Prosedur dan Persyaratan yang Ditetapkan
Permohonan SKB Waris dapat dilakukan oleh ahli waris dengan menggunakan nomor induk kependudukan (NIK)-nya, bukan NIK pewaris. Pengajuan bisa dilakukan langsung di kantor pelayanan pajak (KPP) terdekat, tetapi akan diproses oleh KPP tempat ahli waris terdaftar.
Pada era digital, pemerintah juga membuka opsi pengajuan secara online melalui sistem Coretax. Caranya relatif sederhana: log in menggunakan akun wajib pajak, klik “Layanan Wajib Pajak”, pilih “Layanan Administrasi”, lalu “Buat Permohonan Layanan Administrasi”. Selanjutnya, pilih kode layanan AS.19 “SKB PPh”, kemudian pilih AS.19-05 “LA.19-05 SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan”.
Bila terdapat lebih dari satu ahli waris, pengajuan dapat dilakukan oleh salah satu ahli waris dengan sepengetahuan ahli waris lainnya. Untuk itu, dilampirkan surat pernyataan pembagian waris sesuai format yang disediakan dalam PER-8/PJ/2025.
Dokumen yang wajib dilampirkan meliputi surat permohonan SKB, surat pernyataan pembagian waris, dokumen identitas ahli waris dan pewaris, dokumen objek warisan (misalnya sertifikat tanah, surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan), serta dokumen pendukung lain yang relevan. Kelengkapan dokumen menjadi syarat mutlak agar permohonan dapat diproses.
Selain itu, ahli waris juga wajib memenuhi syarat permohonan surat keterangan fiskal (SKF). Syarat ini mencakup hal-hal sebagai berikut:
- telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) selama dua tahun terakhir;
- jika berstatus pengusaha kena pajak (PKP), telah menyampaikan SPT Masa pajak pertambahan nilai (PPN) selama tiga masa pajak terakhir;
- tidak memiliki tunggakan pajak, atau jika ada, sudah memperoleh persetujuan penundaan atau pengangsuran sesuai Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP); dan
- tidak sedang dalam proses penanganan perkara pidana perpajakan.
Bagi wanita kawin, sistem Coretax akan memeriksa pemenuhan syarat SKF berdasarkan kewajiban kepala keluarga. Pasalnya, data kependudukan dan perpajakan telah terintegrasi dalam data unit keluarga (DUK).
Perspektif Keadilan Wajib Pajak
Ketentuan pembebasan PPh warisan melalui SKB mencerminkan penerapan teori keadilan pajak. Pertama, ia sejalan dengan asas ability to pay, yaitu kewajiban pajak dikenakan sesuai kemampuan ekonomis. Ahli waris yang hanya menerima hak warisan belum tentu memiliki kemampuan likuid untuk membayar pajak, terlebih jika harta tersebut belum dijual atau belum menghasilkan penghasilan nyata. Jika PPh tetap dipungut, hal itu berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
Kedua, SKB Waris mencegah terjadinya pemajakan ganda. Harta warisan pada umumnya merupakan akumulasi kekayaan pewaris yang pada saat diperoleh sudah dikenakan pajak. Menarik pajak lagi pada saat harta tersebut dialihkan kepada ahli waris berarti negara mengenakan pajak dua kali atas objek yang sama. Hal ini jelas bertentangan dengan asas keadilan distributif.
Ketiga, syarat dan tata cara yang transparan mencerminkan keadilan prosedural. Pemerintah memberikan kepastian hukum dengan menetapkan daftar dokumen yang jelas, waktu penyelesaian yang terukur, serta kanal pengajuan yang mudah diakses. Hal ini menjamin bahwa semua wajib pajak diperlakukan sama tanpa diskriminasi.
Tantangan Implementasi
Meski aturan sudah lengkap, masih banyak tantangan di lapangan. Tingkat literasi pajak sebagian masyarakat merupakan salah satu tantangannya, tepatnya pengetahuan terkait hak dan kewajibannya. Ada pula yang menganggap prosesnya rumit sehingga memilih membayar PPh meski seharusnya bebas. Dalam hal ini, digitalisasi melalui Coretax adalah langkah maju.
SKB Waris: Wujud Negara Hadir
SKB Waris pada hakikatnya adalah manifestasi hadirnya negara untuk menjamin keadilan fiskal. Negara tidak memungut pajak pada saat yang tidak tepat. Namun, negara tetap menjaga agar penerimaan pajak dipungut pada saat yang semestinya, yakni ketika harta tersebut menghasilkan keuntungan atau dijual.
Dengan demikian, kebijakan ini menyeimbangkan hak dan kewajiban: ahli waris dilindungi dari beban pajak yang tidak relevan, tetapi tetap wajib membayar pajak saat terjadi penghasilan nyata. Mekanisme ini menciptakan hubungan yang sehat antara wajib pajak dan negara, memperkuat kepercayaan publik pada sistem perpajakan, serta mendukung kepatuhan sukarela.
Penutup
SKB Waris bukan sekadar dokumen administratif, melainkan instrumen yang menjaga rasa keadilan dalam perpajakan. Dengan prosedur yang semakin mudah dan transparan, serta integrasi digital melalui Coretax, diharapkan semakin banyak ahli waris yang memanfaatkan hak ini.
Ke depan, sinergi antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci agar pembebasan PPh warisan berjalan optimal. Pemerintah harus terus menyosialisasikan aturan ini, sementara masyarakat perlu aktif memahami hak dan kewajibannya. Jika keduanya berjalan beriringan, keadilan pajak dapat terwujud, dan sistem perpajakan Indonesia menjadi semakin dipercaya.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 57 views