Pajak Minimum Global Datang, Insentif Fiskal Baru Dibutuhkan

Oleh: Dan Nembesa Ginting, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Implementasi pajak minimum global atau global minimum tax (GMT) di Indonesia menjadi babak baru dalam kebijakan perpajakan internasional, terutama dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 tentang Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional (PMK 136/2024). Regulasi ini secara resmi menetapkan pemberlakuan GMT dengan tarif minimal 15% mulai 1 Januari 2025, menandai langkah penting Indonesia dalam merespons tantangan perpajakan global terkait penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional. GMT dianggap krusial karena berfungsi menciptakan keadilan dan stabilitas dalam sistem perpajakan internasional.
Meski tujuannya baik, GMT dapat menimbulkan kekhawatiran bagi investor asing. Beberapa kalangan khawatir bahwa penerapan pajak minimal 15% bisa membuat Indonesia kurang menarik bagi investor yang selama ini menikmati insentif pajak seperti tax holiday. Investor takut bahwa kenaikan beban pajak akan mengurangi profitabilitas mereka. Namun, pemerintah Indonesia telah menyadari kekhawatiran ini dan aktif mengupayakan berbagai langkah mitigasi. Pemerintah optimistis bahwa dampak GMT justru bisa positif jika disertai insentif alternatif yang menarik dan kompetitif.
Tax holiday, yang selama ini menjadi daya tarik utama Indonesia, adalah fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak selama periode tertentu. Kelebihan utama tax holiday tentu saja memberikan kelegaan pajak langsung, tetapi kekurangannya adalah potensi kehilangan penerimaan negara dalam jangka pendek. Dengan adanya GMT, daya tarik tax holiday jelas berkurang karena negara asal perusahaan akan tetap mengenakan pajak minimal 15%. Negara-negara seperti Singapura dan Malaysia lebih dulu menyadari perubahan ini dan beradaptasi dengan menciptakan insentif lain yang tetap menarik namun tidak melanggar prinsip GMT.
Ada beberapa insentif yang dapat meredam konsekuensi yang tak diharapkan dari implementasi GMT sekaligus menjaga daya tarik investasi asing. Salah satu contohnya adalah pemberian insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) hingga 10% untuk pembelian kendaraan listrik, yang secara langsung mendorong investasi di sektor energi bersih dan teknologi tinggi.
Selain itu, pemerintah juga memberikan relaksasi pajak melalui fasilitas pajak penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah (PPh 21 DTP) khususnya untuk industri padat karya seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki, guna mengurangi beban tenaga kerja. Lebih lanjut, pemerintah juga menawarkan super tax deduction hingga 300% untuk kegiatan riset dan pengembangan (research and development atau R&D) perusahaan multinasional, serta percepatan penyusutan dan amortisasi aset produktif yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Serangkaian kebijakan ini memperlihatkan komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kompetitif.
Baca juga:
PMK 136/2024: Suar Keadilan dalam Pengaturan Pajak Minimum Global
Agar Indonesia tetap kompetitif sambil mempertahankan GMT, pemerintah dapat menerapkan berbagai strategi khusus. Paket kebijakan ekonomi yang menekankan stabilitas regulasi dan kemudahan berusaha (ease of doing business) wajib menjadi prioritas. Selain itu, pemerintah tentunya giat mempromosikan investasi pada sektor ekonomi baru seperti green economy, digital economy, dan renewable energy, yang saat ini diminati investor global. Optimalisasi kawasan ekonomi khusus (KEK) melalui kebijakan fiskal dan non-fiskal terintegrasi juga menjadi langkah konkret dalam menarik minat investor asing, menawarkan infrastruktur dan regulasi yang jelas serta menguntungkan.
Pemerintah dapat mempertimbangkan usulan baru berbagai alternatif konkret sebagai pengganti tax holiday. Meskipun GMT membawa perubahan besar dalam sistem perpajakan, insentif seperti KEK, kawasan berikat, dan free trade zone (FTZ) masih memiliki relevansi tinggi. Insentif pengganti tax holiday sendiri hingga kini masih dikaji secara intensif oleh pemerintah. Karena itu, komunikasi yang baik antara pemerintah, investor, dan praktisi perpajakan sangat esensial untuk menciptakan lingkungan investasi yang sehat dan kompetitif.
Implementasi GMT di Indonesia sangat penting sebagai respons terhadap dinamika perpajakan internasional yang terus berubah dan tantangan global seperti praktik penghindaran pajak perusahaan multinasional. GMT tidak hanya meningkatkan citra Indonesia sebagai negara patuh regulasi global, tetapi juga membuka peluang untuk stabilitas fiskal dan peningkatan penerimaan negara. Namun, untuk menjaga daya tarik investasi asing, peran insentif fiskal alternatif menjadi sangat penting sebagai langkah penyeimbang. Langkah ini penting agar GMT tidak menjadi penghalang, tetapi justru menjadi penguat posisi Indonesia dalam kompetisi investasi global.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 144 views