Oleh: Zeanette Ariestika Nursiwi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Ini sepenggal kisah ihwal seorang anak amtenar.

“Alhamdulillah, gaji ke-13 sudah cair, Ayah bisa bayar sekolahmu.”

Kalimat tersebut sudah tidak asing lagi di telingaku, seorang bungsu dari tiga bersaudara. Ayah berprofesi sebagai guru --konon, ia disebut pahlawan tanpa tanda jasa, juga berarti diteladani dan dicontoh (akronim dari digugu lan ditiru, dalam Bahasa Jawa)-- yang sudah berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Nyatanya, mengumpulkan uang sekolah dari gaji bulanan memang tidak semudah itu. Tak perlu kuceritakan lebih lanjut soal ini, lantaran setiap keluarga tentu memiliki ujiannya tersendiri.

Gaji ke-13 merupakan insentif dari pemerintah untuk PNS, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta pensiunan atau penerima pensiun. Di keluarga kami, gaji ke-13 selalu menjadi andalan untuk kebutuhan sekolahku dan kedua kakakku. Terlebih, gaji ke-13 memang dicairkan menjelang tahun ajaran baru. Masih jelas dalam ingatan, dengan semangat Ayah mengajak kami membeli perlengkapan sekolah. Mengganti seragam yang sudah lusuh, membeli buku dan alat tulis, hingga mengganti sepatu yang sudah kesempitan lantaran kami masih terus bertumbuh.

Menjadi dewasa membuatku berpikir dari mana kemudahan di tengah kesulitan keluarga kami berasal. Memiliki seorang ayah PNS terkadang membuatku berpikir bahwa hidupnya tergadaikan untuk Negara. Namun, Negara juga yang telah mengulurkan tangan untuk kehidupan para penggawanya.

Gaji PNS berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2022, dikutip dari Kementerian Keuangan, pendapatan negara APBN tahun 2022 terealisasi Rp2.626,4 triliun atau 115,9% dari target. Dari total realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.034,5 triliun. Angka tersebut menyumbang porsi 77% dari pendapatan negara.

Dari gaji yang rutin diterima seorang PNS, jelas bahwa fungsi pajak yang pertama adalah fungsi anggaran atau budgetair. Apalagi, pajak merupakan kontributor terbesar pendapatan negara. Pajak digunakan untuk membiayai sejumlah belanja negara.

Di tengah cuitan akhir-akhir ini tentang berbagai kasus terkait pajak, aku meyakini bahwa pajak telah membantu jutaan rakyat Indonesia untuk menjalankan kehidupan. Mungkin segelintir orang berpikir bahwa kehidupan keluarga PNS sejahtera karena terjamin hingga pensiun oleh Negara. Namun, sejatinya Negara itu hadir untuk semua rakyatnya.

Secara sederhana, gaji ke-13 mungkin terlihat hanya dinikmati oleh penerimanya. Namun, ketika dibelanjakan, hal tersebut turut membantu roda perekonomian. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), hingga 31 Desember 2022, terdapat sejumlah 4,25 juta pegawai aparatur sipil negara (ASN) di Indonesia. Jika semua pegawai membelanjakan penghasilannya pada satu waktu, maka konsumsi rumah tangga 4,25 juta pegawai mampu menggerakkan roda perekonomian dan menciptakan stabilitas perekonomian di Indonesia. Itulah efek domino dari meningkatnya konsumsi masyarakat. Roda perekonomian semakin kencang bergulir.

Dengan pajak, pemerintah dapat menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga. Pemerintah dapat mengatur momen yang tepat kapan gaji ke-13 dicairkan agar perekonomian dapat dikendalikan dan ekonomi berjalan stabil. Pajak memainkan peran penting untuk menjaga keseimbangan perekonomian suatu negara. Fungsi pajak yang satu ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Dalam hal ini, pajak telah menjalankan peran stabilitas.

Wujudkan Stabilitas Ekonomi

Pencairan gaji ke-13 dan insentif lain dari pemerintah telah menjadi stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Setiap tahunnya, kabar pencairan gaji ke-13 selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu. Selama pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, pemerintah terus melakukan penyesuaian pada besaran gaji ke-13.

Selama dua tahun berturut-turut pada 2020 dan 2021, pencairan gaji ke-13 tak dilakukan secara penuh. Pada 2020 dan 2021, para ASN tidak mendapatkan tunjangan kinerja dalam komponen gaji ke-13 dan juga tunjangan hari raya (THR). Namun, di tengah membaiknya pandemi Covid-19 pada 2022 dan 2023, tunjangan kinerja kembali masuk komponen perhitungan dengan nilai 50%.

Indonesia masih menjaga pemulihan ekonomi di tengah risiko ketidakpastian global. Selain itu, pemerintah juga menegaskan bahwa fungsi APBN adalah sebagai shock absorber. Dari kisah gaji ke-13, APBN telah menjadi alat untuk mengupayakan dan menjaga keseimbangan fundamental perekonomian. Pengaturan komponen gaji ke-13 juga menjaga rasa keadilan dan kepatutan.,Pada awal pandemi Covid-19 melanda, perekonomian kita melemah dan daya beli masyarakat turun. Gaji ke-13 tetap dicairkan untuk mendorong konsumsi masyarakat, tetapi pada jumlah yang disesuaikan dengan tujuan menjaga asas kepatutan dan tentu mempertimbangkan kemampuan APBN. Di situlah APBN juga menjalankan peran stabilisasi dan distribusi APBN bagi perekonomian nasional.

Komponen gaji ke-13 yang kembali memasukan unsur tunjangan kinerja merupakan salah satu strategi stimulasi ekonomi nasional. Pemerintah melanjutkan kebijakan fiskal yang bersifat ekspansif, terarah, dan terukur untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi. Di saat aktivitas masyarakat mulai ternormalisasi, pascapandemi Covid-19 tersebut, pemerintah berupaya untuk mempertahankan tingkat daya beli masyarakat dengan pemberian gaji ke-13 melengkapi berbagai kebijakan untuk kelompok masyarakat yang lain.

Satu Kebijakan Sejuta Manfaat

“Ayah sudah bayar UKT-mu ya, indekos-nya juga sudah,” tutur Ayah membuatku gembira. UKT merupakan singkatan dari uang kuliah tunggal.

Memasuki jenjang perguruan tinggi, membuatku sadar bahwa biaya kuliah tidak murah. Semasa SD hingga SMA di sekolah negeri dekat rumah, biaya bulanan tidaklah terasa begitu besar. Pun masih tinggal dengan orang tua, makan juga bawa bekal. Kini, ada uang kuliah tiap semester, biaya indekos, uang makan bulanan, belum lagi kebutuhan kuliah lainnya. Bukan rahasia di depan anak-anaknya, bahwa terkadang Ayah juga meminjam uang kepada kerabat untuk kebutuhan ekstra kami, dengan janji mengembalikannya jika gaji ke-13 cair.

Dengan gaji ke-13 itu, kami dapat berbelanja untuk membeli seragam. Dengan itu, diharapkan toko-toko seragam mendapat pemasukan. Tercipta multiefek pengganda bagi usaha-usaha mikro dan kecil di baliknya. Dari sepasang seragam, tercipta pesanan untuk bahan, benang, hingga kancing. Usaha mikro dan kecil pendukung pun turut bergerak.

Bersamaan dengan kebijakan pemerintah lain seperti bantuan sosial, insentif pajak bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), hingga berbagai subsidi, konsumsi rumah tangga pascapandemi mampu berjalan lagi. Dari berbagai kebijakan yang masyarakat dapatkan dari pemerintah, akan kembali dalam wujud konsumsi masyarakat maupun pajak yang masyarakat bayarkan. Satu kebijakan dari peran pajak berhasil memberi manfaat bagi masyarakat, yang akhirnya dapat mendukung negara mewujudkan stabilitas perekonomian.

Manfaat pajak yang berupa pencairan gaji ke-13 buat para abdi negara, menjadi salah satu momen yang penting dalam hidup keluargaku. Selalu kuingat, betapa kami semringah, karena dapat membeli perlengkapan sekolah, dan Ayah dapat melunasi pinjamannya demi kami anak-anaknya.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.