
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Sinjai menerima kunjungan Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam rangka diskusi pengenaan pajak atas transaksi logam mulia/emas yang bertempat di ruang rapat KP2KP Sinjai (Senin, 18/9).
Pembahasan yang dilakukan adalah terkait dengan penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan yang berlaku per 1 Mei 2023.
Dalam kesempatan ini, Pimpinan Cabang BSI Rakib Muchsin menuturkan bahwa BSI memiliki proses bisnis utama pada bidang perbankan, juga menerima layanan bagi nasabah yang ingin berinvestasi dalam bentuk logam mulia. Dengan demikian, terdapat beberapa aspek perpajakan yang perlu dipahami terkait transaksi logam mulia sesuai penerapan PMK terbaru. Menurut Rakib, hal ini membuat para nasabah yang ingin berinvestasi akan selalu meminta penjelasan pihak BSI terkait peraturan tersebut. “Para nasabah masih merasa kebingungan dengan aspek perpajakan atas transaksi logam mulia,” ujar Rakib.
Hendrawan selaku Kepala KP2KP Sinjai menjelaskan bahwa aturan yang terbaru ini bertujuan memberikan kepastian hukum dari pengenaan pajak atas objek perhiasan tersebut. “Tujuan diterbitkannya PMK ini adalah untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan kesederhanaan dalam pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan/penyerahan emas perhiasan, emas batangan, dan perhiasan sejenis lainnya termasuk jasa terkait,’’ jelas Hendrawan.
Lebih lanjut Hendrawan menjelaskan bahwa dengan berlakunya peraturan tersebut, perlakuan PPN terhadap penyerahan emas batangan diberikan fasilitas PPN dengan syarat emas bebentuk batangan, kadar emas 99.99% yang dibuktikan dengan sertifikat. Sedangkan untuk PPh, BSI tetap wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0.25% dari harga jual, kecuali jika penjualan emas batangan dilakukan ke konsumen akhir, yang merupakan wajib pajak yang dikenakan PPh Final atas peredaran bruto tertentu dan sudah memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB).
Di akhir pembahasan, Hendrawan berharap BSI dan para pelaku perdagangan emas dapat memahami dan menerapkan aturan baru tersebut sehingga dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
Pewarta: Ajeng Susilowati Wibowo |
Kontributor Foto: Fadly |
Editor: Lucky Timotius Pelealu |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 92 views