Peran DJP Kuatkan Rupiah

Oleh: Anang Purnadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS pada bulan Agustus 2018 makin melemah. Puncaknya pada Selasa 14 Agustus 2018 Dolar AS diperdagangkan pada angka Rp14.698. Nilai terendah sejak 2 Oktober 2015 yang menyentuh angka Rp14.783.
Semua berawal dari krisis keuangan yang memaksa sejumlah bank sentral negara-negara maju, seperti AS, Jepang dan Eropa memangkas suku bunga acuan hingga mendekati 0% atau bahkan negatif. Kebijakan pelonggaran moneter tersebut membuat pergeseran permodalan global, sebagian besar masuk ke negara-negara berkembang.
Kondisi kebalikan tampak akhir-akhir ini. Membaiknya perekonomian AS direspon The Fed dengan menaikkan suku buga acuan perlahan. Hal itu diikuti tren kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS yang mendorong aliran kembali masuk dari negara-negara berkembang.
Berbaliknya kondisi ini mungkin tidak diantisipasi dengan baik oleh negara berkembang. Tepatnya ketika dana-dana asing berpindah ke negara-negara yang menawarkan imbal hasil dan risiko investasi yang lebih baik. Alhasil, pasar keuangan yang tadinya kebanjiran dollar tiba-tiba mengalami kekeringan likuiditas. Perekonomian negara-negara berkembang pun goyah, ibarat tubuh kehilangan banyak darah.
Turki sebagai negara berkembang menjadi contoh yang paling terdampak besar dari fenomena ini. Krisis Turki yang menghantam Lira terus menerus menyebabkan sentimen negatif nilai mata uang negara berkembang lainnya, Indonesia termasuk salah satunya. Sementara dari dalam negeri, data-data ekonomi trerbaru dinilai belum memuaskan. Kepastian hukum dan nuansa politik membuat investor masih ‘wait and see’.
Kenaikan nilai Dolas AS mau tidak mau membuat defisit neraca perdagangan makin besar. Transaksi-transaksi untuk kebutuhan ekspor impor masih menggunakan Dolar AS. Rencana pemerintah menunda sejumlah proyek infrastruktur untuk mengurangi impor bahan mentah dan barang modal akan membawa sebuah dilema. Penundaan proyek dapat menyebabkan investor makin ragu dan cenderung membatalkan investasinya di Indonesia.
Peran DJP
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi salah satu aktor pemerintah dalam upaya menstabilkan dan menguatkan nilai tukar Rupiah.
· Tax holiday
Industri farmasi dalam negeri selama ini masih banyak menggunakan bahan baku impor dari negara lain. Seharusnya bahan baku sudah bisa diproduksi dalam negeri. Untuk itu pemerintah memberikan tax holiday kepada industri petrokimia serta kimia dasar. Insentif tax holidayjuga diberikan untuk industri besi dan baja.
Dengan tax holiday diharapkan banyak tercipta industri-industri kimia, besi dan baja di dalam negeri, sehingga mengurangi impor untuk bahan-bahan tersebut.
· Insentif PPh Devisa Hasil Ekspor
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/2016 tentang Insentif Pajak atas Simpanan Devisa Hasil Ekspor (DHE) kembali disosialisasikan. Meskipun telah diterbitkan 2 tahun lalu, banyak pihak eksportir yang belum tahu sehingga tidak memanfaatkan insentif ini.
Dengan insentif ini, eksportir mendapat pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga deposito maupun portofolio lain sebagai tempat menyimpan devisa di dalam negeri. Diharapkan eksportir membawa masuk devisa ekspor ke dalam negeri dan mengkonversikan ke mata uang Rupiah.
· Tarif Impor 7,5 persen
Kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen untuk barang-barang konsumsi, barang penolong, dan bahan baku. Barang-barang tersebut berlaku untuk barang yang telah memiliki substitusi impor dalam negeri dan bukan termasuk barang yang strategis. Sekitar 500 jenis barang termasuk berbagai macam belanja dalam jaringan luar negeri penyumbang lonjakan impor barang konsumsi.
Naiknya tarif impor sebesar 3x lipat diharapkan dapat membendung arus impor bahan-bahan dari luar negeri, khususnya barang konsumsi. Turunnya nilai impor dapat menahan lonjakan Dolar AS lebih tinggi lagi dan mendorong berkembangnya industri dalam negeri.
Optimis krisis Turki tidak akan menular ke Indonesia, karena konfigurasi makroekonomi berbeda. Inflasi Turki 12 persen, Indonesia 3,2 persen. Defisit transaksi berjalan Turki 65 persen, sedangkan Indonesia masih dibawah 3 persen. DJP menjadi salah satu dari pelbagai upaya pemerintah meguatkan nilai Rupiah dan menjauhkan dari krisis yang dikawatirkan. Semoga. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 113 views