Oleh: Dian Anggraeni, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Piala dunia baru saja berakhir. Pertandingan paling bergengsi di jagat persepakbolaan ini menyisakan banyak cerita seru. Salah satu kejutan dalam perhelatan ini adalah kepulangan dini tim Jerman. Tim yang berhasil menyabet gelar juara dunia pada ajang piala dunia 2014, dan merupakan tim langganan di babak final harus gugur ketika seleksi 16 besar.

Tim besutan Joachim Loew ini terpaksa mengubur mimpi untuk kembali merebut piala yang sudah dalam genggaman karena tersingkir oleh tim negeri ginseng. Goal yang menjadi penentu kala itu  tercipta dari tendangan Young-Gwon pada injury time. Namun  selebrasi tim dan pendukung tim Korea tertahan karena goal yang barusan tercipta dinyatakan tidak sah oleh hakim garis karena berbau offside. Para pemain dan pendukung tim Jerman pun kembali memupuk harapan.

Tetapi kemudian hakim garis memastikan keabsahan goal tersebut melalui layar yang diletakkan di pinggir lapangan. Sejurus kemudian, hakim garis menyatakan bahwa goal yang berhasil disarangkan ke kubu Jerman dinyatakan sah. Sang juara bertahan harus pulang cepat. Adalah VAR (Video Assistant Referee ) yang ketika itu menjadi penentu nasib tim Der Panzer. Baru pada perhelatan piala dunia tahun 2018 VAR diputuskan digunakan. KehadiranVAR memungkinkan wasit menonton kembali peristiwa-peristiwa kritis tertentu yang terjadi di lapangan. Dengan bantuan VAR, wasit dapat memutuskan suatu peristiwa dengan lebih adil.

Pemanfaatan teknologi untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman ternyata tidak hanya dilakukan oleh pelaku ekonomi. Dunia olah raga pun demi menghasilkan fair play akhirnya memutuskan menggunakan teknologi sebagai “wasit tambahan” di lapangan.

Untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga memanfaatkan teknologi dalam memperbaiki sistem informasinya. Melalui reformasi perpajakan jilid III yang digulirkan sejak 2017, DJP akan membangun salah satu pilar reformasi yakni pilar sistem informasi dan teknologi.

Pembenahan besar-besaran pada pilar ini akan melahirkan suatu layanan yang akan memudahkan dan lebih memberikan rasa adil kepada wajib pajak. Pada saat ini unit-unit yang terlibat dengan data dan sistem informasi di DJP sedang meramu alur kerja, basis data, dan sistem aplikasi untuk melahirkan suatu sistem yang dinamakan e-taxpayer account.

Saat ini wajib pajak yang ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pajaknya harus menghubungi petugas pajak. Account Representaitive (AR) merupakan pegawai yang sering disibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan wajib pajak dibawah pengampuannya. Wajib pajak yang sekadar bertanya jumlah tunggakan pajaknya, membutuhkan waktu untuk mendapatkan nilai pasti nya. Karena untuk memastikan berapa utang pajak dari wajib pajak tertentu, petugas pajak harus meneliti data tunggakan pajak pada kanal tertentu yang merekam pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak.

Bisa dibayangkan jika seorang AR mengampu ratusan wp yang aktif melaksanakan kewajiban pajaknya, berapa banyak waktu yang dibutuhkan AR hanya sekadar untuk menjawab pertanyaan sesederhana itu. Padahal urusan pelaksanaan kewajiban perpajakan tidak terbatas hanya kepada masalah tunggakan pajak. Beragam masalah lain seperti pemeriksaan, pengajuan keberatan, banding, pembayaran imbalan bunga, dan lain sebagainya merupakan kemungkinan yang dihadapi oleh wajib pajak.

Sementara sekarang semua urusan menjadi serba instan. Teknologi telah mengubah segalanya. Begitu banyak urusan kini bisa dikerjakan dengan lebih cepat dan mudah. Jari telunjuk menjadi solusi dari semua permasalahan. Perut keroncongan, belanja kebutuhan rumah tangga, membersihkan rumah, perlu jasa pijat cukup menggerakkan telunjuk ke satu aplikasi.

Teknologi telah menambah rasa keadilan di ajang piala dunia. Dengan VAR tidak akan ada lagi kontroversi terhadap goal yang diciptakan oleh Maradona melalui “tangan Tuhan” nya pada piala dunia tahun 1986. Dalam kehidupan sehari-hari, teknologi juga telah banyak menawarkan kemudahan bagi masyarakat. Masyrakat banyak diuntungkan secara ekonomis maupun penghematan waktu.

Adil, mudah, murah, dan lebih memberikan kepastian hukum merupakan prinsip dasar yang harus dicapai administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Pembangunan besar-besaran dalam sistem informasi dan teknologi di DJP bermuara ke sana.

E-Taxpayer account merupakan terobosan besar dalam pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Aplikasi ini akan membantu wajib pajak dalam menengok kondisi terkini terkait hak dan kewajiban perpajakannya. Dengan satu sentuhan, semua data mutakhir terkait tunggakan pajak, status pembayaran pajak, pemindahbukuan dan lain-lain dapat diakses dengan mudah.

Seperti akun yang dimiliki oleh nasabah perbankan, nantinya segala informasi yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perpajakan berada dalam genggaman wajib pajak. Jalur administrasi dan birokrasi yang selama ini dilewati untuk mengetahui nilai tunggakan, mengajukan pemindahbukuan atau keberatan akan jauh lebih pendek. Manajemen pengeloaan akun wajib pajak ini menghasilkan data wajib pajak terkini yang mudah diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Di lain sisi, petugas pajak pun menjadi sangat terbantu. Waktu yang terpangkas yang diberikan oleh pemanfaatan teknologi ini dapat dialihkan untuk penyelesaian pekerjaan yang lain. Sehingga diharapkan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak menjadi lebih terawasi dengan baik. Pada akhirnya, cita-cita untuk mendongkrak rasio pajak dari kisaran angka sepuluh koma dapat meningkat setidaknya bisa setara dengan rasio pajak negara-negara tetangga.

Jika kita membandingkan administrasi di negara tetangga, misalnya di Singapura atau Malaysia. hal ini bukan lah hal yang baru. Wajib pajak di negara tetangga tersebut sudah memiliki akun sendiri yang dapat dengan mudah diakses. Segala bentuk informasi sampai kepada ucapan selamat di hari ulang tahun dengan mudahnya dapat disebarkan dan diterima langsung oleh wajib pajak.

Lantas apa yang menjadikan Indonesia tertinggal dengan negara tetangga? Karena administrasi perpajakan tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan sinergi dari banyak pihak untuk menciptakan administrasi pajak yang efektif, efisien, kredibel, dan akuntabel.

Informasi dasar yang dibutuhkan dalam pemanfaatan teknologi seperti ini adalah identitas pengguna yang valid. Dalam aplikasi yang menawarkan kemudahan dalam pemesanan ojek, makanan dan kebutuhan lain cukup ditunjang oleh identitas berupa nomor telpon genggam yang digunakan. Hal ini dimungkinkan karena proses bisnis yang terlibat di sini cukup sederhana. Yang penting pengguna memiliki nomor telepon genggam yang dapat dijangkau oleh operator, maka transaksi sudah dapat terlaksana.

Berbeda dengan administrasi perpajakan yang bukti identitasnya diwakili oleh nomor pokok wajib pajak. Kemudian untuk kepentingan komunikasi dibutuhkan alamat, nomor telepon genggam dan alamat surel. Pada saat ini di lapangan masih banyak ditemukan datayang tidak valid. Sering dijumpai wajib pajak tidak dapat dijangkau baik di dunia maya maupun dunia nyata. Data yang diisi pada saat pendafataran NPWP sering kali tidak sesuai dengan data sebenarnya. Surat-surat yang dikirim ke alamat wajib pajak terdaftar banyak menjadi kempos (kembali pos). Jangan lagi ditanya data telpon genggamnya, kalau tidak dijawab oleh mesin penjawab ya dijawab salah sambung.

Negara-negara tetangga sudah tidak mengalami kendala seperti ini. Data kependudukan tunggal yang sudah terintegrasi pada antarinstansi memudahkan pemerintah menjangkau wajib pajaknya.  Tingkat kepatuhan yang lebih tinggi juga membuat masyarakat lebih terbuka terkait penyampaian identitas diri di muka administrasi perpajakan.

Kondisi-kondisi tersebut tentu jauh lebih memudahkan di dalam penertiban administrasi perpajakan. Untuk itu mari kita dukung upaya DJP dalam membidani lahirnya e-taxpayer account. Agar proses pembenahan basis data dapat terakselerasi lebih cepat, dibutuhkan dukungan dari masyarakat untuk menyampaikan data dan informasi diri yang valid. Demikian pula instansi yang mengurusi kependudukan diharapkan dapat terus memperbaiki layanan dan sistem administrasi nya, sehingga dapat menjamin validitas data kependudukan seseorang. Sudah saatnya semua warga negara peduli akan urgensi pengumpulan uang negara dari pajak, karena lebih dari tiga per empat penerimaan negara berasal dari pajak.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.