Ambisius yang Menyejukkan Hati

Oleh: Mochammad Bayu Tjahono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Ambisius, adalah suatu kata yang banyak dipandang sebagai suatu hal yang negatif. Padahal ambisius juga bisa berarti hal yang baik. Jika kita memiliki ambisi dalam melakukan sesuatu, maka ia telah mempunyai penggerak bagi diri untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin diraih dalam hidup. Tanpa ambisi, kadang kita akan bergerak lamban dan cenderung malas, ambisi mampu membuat kita bersemangat untuk melakukan apapun.
Ambisi bisa muncul karena faktor yang berbeda-beda, mulai dari lingkungan, sosial, pergaulan, mimpi, atau cita-cita kita waktu kecil. Dalam dunia milenium saat ini ambisi dibutuhkan guna membuat kita lebih kompetitif atau lebih semangat dalam menyelesaikan segala pekerjaan dan mencapai pencapaian yang lebih hebat lagi.
Target APBN 2019
Pemerintah dan DPR sudah mencapai kata sepakat untuk APBN 2019, Menteri Keuangan berhasil menyakinkan anggota DPR bahwa APBN 2019 akan dilaksanakan secara hati-hati. Hal ini disebabkan adanya ketidakpastian kondisi ekonomi baik domestik maupun global, oleh sebab itu pembiayaan APBN tahun 2019 akan dilaksanakan secara hati-hati dan risiko yang terukur.
Beberapa asumsi makro dibuat antara lain, pertumbuhan ekonomi 5,3%, dengan inflasi 3,5%, dan nilai tukar rupiah Rp15.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Di tingkat suku bunga SPN 3 bulan adalah 5,3%, harga minyak mentah dunia US$ 70 per barel, lifting minyak bumi 775.000 barel per hari, dan lifting gas bumi 1,25 juta barel per hari.
Untuk pembangunan ditargetkan angka pengangguran 4,8 - 5,2%, angka kemiskinan 8,5 - 9,5%, gini rasio 0,380-0,385, dan indeks pembangunan manusia 71,98. Sedangkan pendapatan negara dalam APBN 2019 sebesar Rp2.165,1 triliun, yang terdiri dari pendapatan dalam negeri Rp2.164,6 triliun, dan hibah Rp435,3 miliar. Pengeluaran terdiri dari belanja negara sebesar Rp2.461,1 triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.634,3 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp826,7 triliun.
Penerimaan dianggarkan penerimaan pajak sebesar Rp1.786,3 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp378,2 triliun, penerimaan migas sebesar Rp159,7 triliun, non migas Rp30,97 triliun, dan penerimaan bukan pajak lainnya Rp94,07 triliun, sedangkan BLU : Rp47,88 triliun dan pendapatan pemerintah dari kekayaan negara yang dipisahkan: Rp45,58 triliun.
Ada beberapa kenaikan dari sisi pengeluaran, seperti kenaikan gaji sebesar 5% atau sebesar Rp98 triliun, pembangunan infrastruktur, serta pelaksanaan pemilu. Rincian pengeluaran belanja kementerian dan lembaga Rp855,45 triliun, non kementerian Rp778,89 triliun, pembayaran utang negara Rp275,8 triliun, subsidi: Rp224,32 triliun, dan perimbangan daerah Rp724,5 triliun.
Dalam APBN 2019, pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp2.165,1 triliun dan anggaran belanja Rp2.461,1 triliun. Dengan demikian defisit anggaran tahun depan sebesar Rp296 triliun atau setara 1,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kembali Pajak
Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan di 2019 sebesar Rp1.786,4 triliun. Angka ini tumbuh 15,4% dibanding outlook APBN 2018, hal ini nampak ambisius namun realistis. Apa saja yang membuat nampak realistis, pertama adanya reformasi di bidang perpajakan. Reformasi di bidang perpajakan dalam semua aspek, baik sistem, sumber daya manusia, dan peraturan. Dalam hal sistem, wajib pajak akan dipermudah dalam pelaporan dan pembayaran tanpa perlu ke kantor pajak lagi, semua bisa dilakukan secara elektronik. Hal ini merupakan usaha untuk penguatan pelayanan perpajakan seperti simplifikasi registrasi, perluasan tempat pelayanan perpajakan, perluasan cakupan e-filing dan kemudahan restitusi. Serta meningkatkan kepatuhan pajak
Kedua, sinergi diantara dua lembaga yang bergerak didalam penerimaan pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Selama ini kerjasama pertukaran data sudah dilakukan namun di tahun 2019 akan dilakukan sinergi dalam pemeriksaan. Sinergi ini akan menghasilkan penerimaan pajak yang fantastik karena data penjualan dan pembelian wajib pajak akan terbuka.
Ketiga, kerjasama dengan lembaga lain, seperti BUMN dan Pemda untuk memberikan edukasi perpajakan kepada pelaku UMKM melalui Business Development Services. Jumlah wajib pajak yang masuk dalam UMKM sangat besar apabila dilakukan pembinaan dan pengawasan bersama maka akan menghasilkan penerimaan pajak yang besar meski tarif hanya 0,5%, namun jumlah yang membayar banyak dan data penjualan benar.
Keempat, implementasi AEoI dan informasi keuangan, setelah ditandatangani peraturan tentang keterbukaan informasi dan persiapan sistem pendukungnya, di tahun 2019 implementasi dari AEoI akan diwujudkan. Pada saat diundangkan masalah keterbukaan informasi, beberapa wajib pajak sudah mulai persiapan untuk melaporkan kewajiban perpajakan secara benar. Namun bukan berarti tidak benar selama ini, namun wajib pajak yang belum lapor, akhirnya sudah mulai lapor.
Dan, terakhir kelima adalah ekstensifikasi dan peningkatan pengawasan sebagai tindak lanjut dari tax amnesty. Amnesti yang dilaksanakan di tahun 2016 sampai 2017, tetap perlu dilakukan pengawasannya. Pemanfaatan data amnesti bukan untuk menakuti wajib pajak namun untuk membantu wajib pajak melaporkan pajak secara benar. Setelah dilakukan pengampunan maka ke depan diharapkan wajib pajak menjadi tertib.
Penyejuk Hati
Kelima faktor di atas diharapkan mampu menaikkan tax ratio sampai dengan 12,2%. Kenaikan tax ratio ini akan meningkatkan jumlah wajib pajak yang membayar. Bila kita cermati dalam 10 tahun terakhir rata-rata kenaikan penerimaan pajak adalah 11%, dengan demikian target pertumbuhan 15,4% dapat dikatakan ambisius.
Ambisius saat ini diperlukan sebagai penyemangat kita untuk meraih target, namun tetap harus realistis. Hasil pembangunan infrastruktur diharapkan dapat dipetik di tahun 2019 sehingga industri dapat merasakan manfaat dari pembangunan itu dengan adanya penghematan biaya. Kementerian Keuangan juga memberikan tax allowance, tax holiday, dan insentif perpajakan lainnya untuk mendukung investasi industri di Indonesia. Semua ini diharapkan dapat mendukung pencapaian penerimaan pajak di tahun 2019. Untuk itu perlu kita jaga instrument perpajakan yang ramah akan investasi tanpa menghilangkan peluang untuk penggalian potensi pajak. Sementara moment pileg dan pilpres di tahun 2019 juga merupakan tantangan tersendiri, karena di balik pesta demokrasi pasti ada peluang penerimaan pajak, meski hal tersebut belum bisa dihitung namun bisa diharapkan.
Meruntuhkan ego setiap direktorat serta kementerian untuk bekerja sama bukan merupakan hal yang mudah, namun dengan sikap yang rendah hati pasti hal tersebut akan terjalin. Sepenggal syair ini bisa menjadi penyejuk “Ini adalah bumi yang terindah dari baiknya Tuhan padaku, waktu tak mengusaikan indahnya Indonesia meski akhir-akhir ini ujian berupa bencana datang, kita tinggal di alam terhebat tolong kita camkan itu”.
Setiap kita mempunyai penyejuk hati, bagiku istri adalah bagai butiran hujan yang turun menyejukkan hati. Seperti halnya alam Indonesia yang indah merupakan penyejuk di tengah ambisi pencapain target di tahun 2019. Hendaknya apa yang kita lakukan di tahun 2019, kita persembahkan untuk ibu pertiwi yang telah memberikan kita keindahan alam yang tiada dua, karena merupakan bentuk terindah dari baiknya Tuhan pada kita semua, semoga ini menjadi renungan. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 226 views